Saturday, June 12, 2010

DOC DAN DOD HASIL MESIN TETAS SEDERHANA


DOC (Day Old Chick) adalah anak ayam umur sehari. Baik ayam kampung maupun ayam negeri (ayam ras pedaging=broiler dan ayam ras petelur=layer). Sementara DOD (Day Old Duck) adalah anak itik umur sehari. Baik itik pedaging (itik peking) maupun itik petelur (itik alabio, tegal, mojosari dan lain-lain). Produksi DOD itik petelur, juga akan menghasilkan itik jantan yang akan digemukkan menjadi itik pedaging. Baik DOC maupun DOD, merupakan komoditas penting dalam agroindustri daging dan telur. Karenanya, agroindustri DOC dan DOD menggunakan mesin tetas juga berkembang cukup pesat di Indonesia.

Ada beberapa mesin tetas yang bisa dipergunakan untuk memproduksi DOC dan DOD. Pertama mesin tetas sederhana. Ujudnya hanyalah kotak segi empat dari kayu atau triplek. Di dalamnya ada sekat horisontal untuk menaruh rak telur berupa bingkai kayu dengan kawat kasa. Di bawah rak telur ini ada nampan untuk tempat air. Pemanas mesin tetas sederhana bisa berupa lampu minyak, lampu pijar (bohlam) atau kawat nikelin. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan lampu minyak adalah, bisa digunakan apabila lokasi tersebut belum ada aliran listrik.

Lampu pijar dan kawat nikelin lebih praktis digunakan, namun apabila aliran listrik sering mati akan merepotkan. Kecuali ada cadangan generator. Padahal apabila mesin tetas mati dalam jangka waktu semalam lebih, maka telur tetas akan mengalami kerusakan. Kelebihan lampu minyak adalah, tidak akan terganggu oleh putusnya aliran listrik PLN. Kelebihan lampu pijar adalah, putusnya (matinya) selalu bergantian satu per satu, akan langsung kelihatan dan dengan mudah segera bisa diganti satu persatu. Namun biaya lampu pijar lebih boros dibanding kawat nikelin.

Kawat nikelin lebih hemat karena bisa bertanan bertahun-tahun dan tidak perlu ganti-ganti bohlam. Arus listriknya juga lebih hemat. Kelemahannya pada waktu memasukkan dan mengeluarkan serta membalik-balik telur, kita harus hati-hati karena kalau menyentuh kawat nikelin akan terkena aliran listrik. Kalau kawat nikelin rusak juga harus dibongkar total dan diganti. Harga kawat nikelin juga cukup mahal. Namun untuk perhitungan jangka panjang, mesin tetas sederhana dengan kawat nikelin jauh lebih hemat dibanding dengan lampu minyak dan bohlam.

Peralatan paling penting pada mesin tetas adalah thermostat. Thermostat paling sederhana berupa spiral tembaga yang akan memuai atau menyusut sesuai dengan tingkat suhu di sekitarnya. Pemuaian dan penyusutan ini akan membuka atau menutup lubang ventilasi mesin tetas dengan sumber panas lampu minyak. Pada mesin tetas dengan sumber panas energi listrik, pemuaian dan penyusutan spiral tembaga ini akan memutus aliran listrik. Karena suhu tubuh induk ayam/itik yang mengeram 38° C, maka thermostat harus disetel agar pada suhu lebih dari 38° C, ventilasi akan membuka atau aliran listrik putus. Karena ventilasi membuka dan aliran listrik putus, suhu dalam box mesin tetas akan menurun. Karena suhu turun, spiral tembaga kembali menyusut hingga ventilasi menutup dan aliran listrik tersambung lagi.

Thermostat akan menjaga agar suhu mesin tetas tetap stabil pada 38° C. Thermostat sederhana ini harganya hanya sekitar Rp 150.000,- per unit. Meskipun akurasi thermostat ini tidak terlalu baik, namun mesin-mesin tetas sederhana yang menggunakannya bisa berproduksi dengan baik. Sebab pada akhirnya, operator mesin tetas itulah yang akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya penetasan. Bukan paralatannya. Mesin-mesin tetas yang sedikit lebih canggih, akan menggunakan thermostat modern buatan RRC, Taiwan, Jepang maupun Jerman. Harga eks RRC, Taiwan dan Jepang sekitar Rp 250.000,- per unit, sementara yang dari Jerman Rp 300.000,- Karena selisih harganya tidak terlalu besar, padahal akurasi dan keawetannya lebih baik, maka banyak produsen DOC maupun DOD yang lebih memilih thermostat buatan Jerman.

Kapasitas mesin tetas sederhana ukuran terkecil adalah 50 butir telur itik atau 60 butir telur ayam kampung. Bentuknya kubus dengan panjang, lebar dan tinggi 40 cm. Biasanya mesin tetas ukuran ini menggunakan thermostat spiral tembaga. Mesin tetas kapasitas lebih besar, berukuran 80 X 80 X 60 cm. Kapasitasnya 100 butir telur itik atau 120 telur ayam kampung. Thermostat yang digunakan sudah yang modern eks impor. Kapasitas yang paling besar ukuran 100 X 100 X 70 cm. Kapasitasnya 150 butir telur itik atau 180 butir telur ayam kampung. Kapasitas ini sulit untuk diperbesar, sebab proses pembalikan telur secara manual akan susah. Tangan operator akan sulit untuk menjangkau telur yang berada paling ujung.

Mesin tetas sederhana hanya bisa dibuat satu tingkat (satu rak telur). Apabila akan dibuat susun, misalnya susun dua, tiga atau empat, harus menggunakan blower untuk menciptakan sirkulasi udara panas secara merata dalam masing-masing tingkat. Mesin tetas sederhana secara teknis sulit untuk menciptakan sistem sirkulasi udara demikian. Karenanya, mesin tetas modern sudah merupakan perangkat built up yang lengkap dengan heater berikut thermostatnya, blower, perangkat pelembap, pebalik telur dan lain-lain. Semua perangkat tersebut bekerja secara otomatis dengan sistem komputer. Satu unit mesin demikian, bisa berkapasitas sampai ratusan ribu butir satu angkatan. Mesin inilah yang digunakan oleh breeder produsen DOC ayam pedaging maupun petelur.

Ruang mesin tetas sederhana terbagi menjadi tiga bagian. Bagian bawah adalah tempat nampan berisi air guna menjaga kelembapan ruangan. Di tengah terdapat rak telur dengan alas kawat kasa kasar. Bagian atasnya berupa pemanas dari bohlam atau kawat nikelin. Di atas inilah biasanya ditempatkan thermostat. Untuk mengontrol suhu, di atas telur ditaruh thermometer biasa (C dan F). Pintu mesin tetas diberi kaca bening untuk memungkinkan operator melihat thermometer tanpa harus membuka pintu mesin. Pembukaan pintu hanya dilakukan ketika dilakukan pembalikan telur pada pagi dan sore hari, atau pada waktu pengontrolan telur dengan menggunakan lampu.

Telur yang akan ditetaskan, umurnya harus di bawah 1 minggu. Bentuknya bulat telur sempurna (tidak terlalu bulat atau terlalu lonjong). Kulit telur normal ketebalannya, dengan warna yang juga normal (tidak berbintik-bintik, terlalu terang atau terlalu gelap). Ukuran telur juga normal. Telur yang terlalu besar atau terlalu kecil harus diafkir. Telur tersebut harus berasal dari induk yang sehat dan fertil (terbuahi oleh induk jantan). Rasio ideal jantan betina pada ayam kampung adalah satu jago empat sampai enam betina. Sementara pada itik antara satu delapan sampai dengan satu sepuluh. Sebelum masuk mesin tetas, telur harus dilihat dengan kotak berlubang dengan lampu di dalamnya. Cara melihat telur, posisi telur horisontal dan diletakkan tepat pada lubang. Tanda telur yang sehat adalah bening dengan embrio di bagian tengahnya. Telur yang infertil, tidak ada titik embrio di tengahnya. Embrio yang mati ditandai dengan titik hitam.

Sebelum telur dimasukkan, mesin tetas harus dibersihkan sisa-sisa kerabang telur terdahulu. Pemanas dihidupkan dengan nampan berisi air baru. Suhu ruangan harus tetap stabil selama 1 sd. 2 jam pada angka 38° C. Setelah itu semua beres, baru telur dimasukkan. Selanjutnya suhu terus menerus dikontrol, air di nampan juga tidak boleh habis, pembalikan dilakukan minimal sehari dua kali. Pada hari ketiga, semua telur dikontrol menggunakan kotak berlampu. Telur yang akan menetas ditandai dengan adanya pembuluh darah halus yang menyebar dari embrio. Telur yang mati ada titik hitamnya pada bekas embrio. Selanjutnya, hanya telur yang hidup yang dimasukkan lagi ke dalam mesin tetas. Kontrol berikutnya dilakukan pada hari ke delapan. Selanjutnya bagian dalam telur sudah menjadi gelap hingga tidak bisa dilampu lagi.

Pada periode ini, telur yang mati ditandai dengan kulit yang dingin dan "koplak" (kalau diguncang terasa kelapa tua). Masa pengeraman telur ayam adalah 21 hari sejak telur dimasukkan mesin. Telur itik memerlukan 28 hari. Harga telur itik konsumsi saat ini Rp 900,- per butir di tingkat konsumen. Harga telur itik tetas, bisa mencapai Rp 1.000,- per butir. Dengan catatan si penetas membeli langsung ke peternak seharga Rp 600,- per butir. Angka Rp 1.000,- per butir diperoleh dengan asumsi hanya 60% dari telur tersebut yang layak untuk ditetaskan. Dari 100 butir telur yang ditetaskan, hanya 80% (80 butir) yang akan menetas. Dari 80 ekor DOD tersebut, 40 ekor betina dan 40 ekor jantan. Nilai DOD betina Rp 3.500,- per ekor. Sementara jantannya hanya Rp 1.250,- Hingga pendapatan kotor penetas adalah Rp 190.000,- bruto.

Modal untuk membeli 167 butir telur agar bisa diperoleh 100 butir layak tetas adalah Rp 600,- X 167 = Rp 100.200,- Investasi mesin tetas Rp 400.000,- disusutkan 5 tahun @ tahun Rp 80.000,- Dengan asumsi dalam setahun mampu menetaskan 10 periode, maka penyusutan per periode tetas adalah Rp 8.000,- Total modal kerja meliputi tarif listrik, bohlam dan lain-lain di luar tenaga kerja, Rp 30.000,-. Sebanyak 67 butir telur yang tidak masuk mesin tetas, dijual debagai telur konsumsi dengan harga Rp 700,- per butir hingga masih ada tambahan pendapatan Rp 46.900,- Total pendapatan dari DOD dan telur afkir adalah Rp 236.900,- Berarti masih ada marjin kotor per periode penetasan 100 butir telur itik sebesar Rp 106.300,- Kalau seorang penetas ingin memperoleh pendapatan kotor (upah + sewa ruangan) sebesar 1.000.000,- per bulan, maka ia harus mampu menetaskan telur itik 1.000 butir per periode, dengan minimal 10 unit mesin tetas yang dioperasikan. (R) * * *

Sumber :http://foragri.blogsome.com

No comments:

Post a Comment